Ambon
- Eks Kepala SD Negeri 4 Kataloka, Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten
SBT, Samarudin Gurium, menangis saat divonis 1,6 tahun penjara oleh
majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon, Rabu (22/12) dalam kasus korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Selain
itu, ia juga dihukum membayar denda 50 juta subsider dua bulan penjara,
membayar uang pengganti Rp 129.553.000, subsider empat bulan kurungan.
Tangisan Samarudin mungkin adalah tangisan bahagia, sebab vonis yang dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Halija Wally, didampingi
Samsidar Nawawi dan Abadi sebagai anggota lebih ringan dari tuntutan
JPU, yang menuntutnya dengan hukuman 3,6 tahun penjara.
Pantauan
Siwalima, Samarudin yang mengenakan kemeja lengan panjang abu-abu
bergaris itu menumpahkan air mata saat dipeluk penasihat hukumnya,
Latief Lahane, usai mendengar pembacaan vonis.
Majelis
hakim dalam amar putusannya menyatakan, terdakwa Samarudin secara sah
dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berencana dan
melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana
diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor jo
pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHPidana, dengan ancaman pidana penjara
maksimal 20 tahun.
JPU YE Ahmadaly menyatakan, pikir-pikir atas putusan majelis hakim tersebut.
Untuk diketahui, kasus korupsi dana BOS yang melibatkan Samarudin Gurium berawal,
pada tahun 2013, SD Negeri 4 Kataloka memperoleh dana BOS yang
bersumber dari APBN Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp
81.780. 000. Dan di tahun 2014, SD Negeri 4 Kataloka kembali mendapat
dana BOS sebesar Rp 82.940.000.
Dana
BOS tahun 2013 dan tahun 2014 tersebut disalurkan dalam dua
tahap/semester. Periode Januari-Juni dan Juli-Desember, dengan besaran
dana per siswa sebesar Rp 580 juta per tahunnya.
Sesuai
buku petunjuk teknis BOS, pihak sekolah diwajibkan mengadakan rapat
dengan komite sekolah dalam rangka membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT)
dalam bentuk Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS), dimana
RKAS tersebut berisi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di sekolah, dan
besar dana per kegiatan itu bersumber dari dana BOS.
Namun
kenyataanya, Samarudin Gurium selaku kepala sekolah tidak pernah
melakukan rapat dengan dewan guru dan komite sekolah untuk membahas
kegiatan-kegiatan yang akan disusun dalam RKAS itu, sehingga, sejak
tahun 2013-2014 pihak sekolah tidak pernah membuat RKAS sebagai suatu
rencana atau acuan penggunaan dana-dana yang diterima di sekolah.
Selain
itu, lanjut JPU, pencairan dana BOS seharusnya dilakukan oleh kepala
sekolah bersama bendahara, dan selanjutnya dana tersebut disimpan
bendahara, dan pengeluaran serta penggunaannya juga seharusnya
dilakukan bendahara atas perintah kepala sekolah, kemudian bendahara
berkewajiban membuat laporan pertanggungjawaban. Namun, penerimaan dan
pencairan dana dilakukan sendiri oleh terdakwa tanpa melibatkan
bendaharanya, Jafan Gurium.
Akibat
perbuatan terdakwa Gurium mengakibatkan kerugian negara. Nilai
kerugian itu diperoleh dari nilai realisasi jumlah dana kegiatan yang
tidak dilaksanakan atau fiktif, tetapi dilaporkan dalam laporan
pertanggungjawaban. Rinciannya di tahun 2013, jumlah total pencairan
dana sebesar Rp 81 juta, total kegiatan fiktif Rp 71.937.000, nilai
realisasi pengeluaran dana Rp 9.943.000.
Kemudian
di tahun 2014, pencairan dana Rp 82 juta, kegiatan fiktif Rp
57.616.000, nilai realisasi pengeluaran dana Rp 24.348.000. Kerugian
negara dalam pengelolaan dana BOS tahun 2013 Rp 71.937.000, sedangkan
tahun 2014 Rp 57.616.000. Jadi total kerugian negara sebesar Rp
129.553.000.
Sumber: http://www.siwalimanews.com