» » Korupsi Dana BOS Divonis Ringan, Eks Kepala SDN 4 Kataloka Menangis

Korupsi Dana BOS Divonis Ringan, Eks Kepala SDN 4 Kataloka Menangis

Jumat, 22 Januari 2016

Ambon - Eks Kepala SD Negeri 4 Ka­taloka, Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten SBT, Samarudin Gurium, me­nangis saat divonis 1,6 tahun penjara oleh ma­jelis hakim Pengadilan Tipikor  Ambon, Rabu (22/12) dalam kasus korupsi dana bantuan operasional seko­lah (BOS).
Selain itu, ia juga dihukum membayar denda 50 juta subsider dua bulan penjara, membayar uang pengganti Rp 129.553.000, subsider empat bulan kurungan.
Tangisan Samarudin mungkin adalah tangisan bahagia, sebab vonis yang dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Halija Wally,  didampingi Samsidar Na­wawi dan Abadi sebagai anggota lebih ringan dari tuntutan JPU, yang menun­tutnya dengan hukuman 3,6 tahun penjara.
Pantauan Siwalima, Sa­ma­rudin yang mengenakan kemeja lengan panjang abu-abu bergaris itu menum­pahkan air mata saat dipeluk penasihat hukumnya, Latief Lahane, usai mendengar pembacaan vonis.
Majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan, terdakwa Samarudin secara sah dan meyakinkan mela­kukan tindak pidana korupsi secara berencana dan mela­nggar pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah de­ngan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pembe­ranta­san Tipikor jo pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHPidana, dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun.
JPU  YE Ahmadaly menya­ta­kan, pikir-pikir atas putu­san majelis hakim tersebut.
Untuk diketahui, kasus korupsi dana BOS yang meli­batkan Samarudin Gurium  berawal, pada tahun 2013, SD Negeri 4 Kataloka mem­peroleh dana BOS yang ber­sumber dari APBN Kemen­terian Pendidikan dan Kebu­dayaan sebesar Rp 81.780. 000. Dan di tahun 2014, SD Negeri 4 Kataloka kembali mendapat dana BOS sebe­sar Rp 82.940.000.
Dana BOS tahun 2013 dan tahun 2014 tersebut disalur­kan dalam dua tahap/semester. Periode Januari-Juni dan Juli-Desember, de­ngan besaran dana per siswa sebesar Rp 580 juta per tahunnya.
Sesuai buku petunjuk tek­nis BOS, pihak sekolah di­wajibkan mengadakan rapat dengan komite sekolah da­lam rangka membuat Ren­cana Kerja Tahunan (RKT) dalam bentuk Rencana Ke­giatan dan Anggaran Seko­lah (RKAS), dimana RKAS tersebut berisi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di sekolah, dan besar dana per kegiatan itu bersumber dari dana BOS.
Namun kenyataanya, Sama­rudin Gurium selaku kepala sekolah tidak pernah melakukan rapat dengan dewan guru dan komite sekolah untuk membahas kegiatan-kegiatan yang akan disusun dalam RKAS itu, sehingga, sejak tahun 2013-2014 pihak sekolah tidak pernah membuat RKAS sebagai suatu rencana atau acuan penggunaan dana-dana yang diterima di sekolah.
Selain itu, lanjut JPU, pen­cairan dana BOS seharus­nya dilakukan oleh kepala sekolah bersama benda­hara, dan selanjutnya dana tersebut disimpan benda­hara, dan pengeluaran serta penggunaannya juga seha­rusnya dilakukan bendahara atas perintah kepala seko­lah, kemudian bendahara berkewajiban membuat la­poran pertanggungjawaban. Namun, penerimaan dan pencairan dana dilakukan sendiri oleh terdakwa tanpa melibatkan bendaharanya, Jafan Gurium.
Akibat perbuatan terdakwa Gurium mengakibatkan keru­gian negara. Nilai kerugian itu diperoleh dari nilai realisasi jumlah dana kegiatan yang tidak dilaksanakan atau fiktif, tetapi dilaporkan dalam laporan pertanggungja­wa­ban. Rinciannya di tahun 2013, jumlah total pencairan dana sebesar Rp 81 juta, total kegiatan fiktif Rp 71.937.000, nilai realisasi pengeluaran dana Rp 9.943.000.
Kemudian di tahun 2014, pencairan dana Rp 82 juta, kegiatan fiktif Rp 57.616.000, nilai realisasi pengeluaran da­na Rp 24.348.000. Keru­gian negara dalam penge­lolaan dana BOS tahun 2013 Rp 71.937.000, sedangkan ta­hun 2014 Rp 57.616.000. Ja­di total kerugian negara se­besar Rp 129.553.000.
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya